KESEIMBANGAN KASIH KARUNIA

03 Apr, 2016

Dua ribu tahun yang lalu, kira-kira tahun 60 M, Rasul Paulus menulis sebuah pernyataan yang menjelaskan hakikat keselamatan di dalam Kristus: “karena kasih karunia kamu di selamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu” (Efesus 2:8). Kita berkata ‘ya dan amin’ atas Firman ini dengan penuh ucapan syukur. Dalam beberapa tulisannya, Paulus menyinggung kasih karunia Tuhan yang indah. Tidak mengherankan apabila Paulus dikenal sebagai ‘rasul kasih karunia’. Namun adalah keliru apabila menganggap bahwa karena Paulus hanya berbicara tentang kasih karunia dan tidak ada lagi sisi lain dari pengajaran Paulus.

Memahami Sisi Lain Dari Kasih Karunia
Dalam berbagai kesempatan Paulus menekankan perintah Tuhan dan ketaatan orang percaya yang di wujudkan dalam perbuatan. Segera setelah pernyataan Paulus tentang di selamatkan oleh ‘kasih karunia’ (Efesus 2:8-9), ia menyatakan tentang ‘perbuatan’: “Karena kita ini buatan Allah, di ciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang di persiapkan Allah sebelumnya. Ia mau, supaya kita hidup di dalamnya” (Efesus 2:10). Jadi, Tuhan yang menyelamatkan kita oleh kasih karunia-Nya dan kita menerimanya dengan iman. Tuhan juga menghendaki supaya kita hidup di dalam pekerjaan baik yang Tuhan persiapkan!

Paulus menjelaskan bahwa umat Tuhan yang sudah di selamatkan akan di perbaharui hidupnya di dalam kekudusan yang meliputi pikiran, perkataan dan perbuatan, serta menolak gaya hidup lama di dalam dosa. Paulus menuliskan dalam Efesus 4:1, “Sebab itu aku menasihatkan kamu, ...supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah di panggil berpadanan dengan panggilan itu”. Hal ini terjadi jika orang percaya mentaati pimpinan Tuhan atas hidupnya. Tetapi jika kita tidak mentaati pimpinan Tuhan maka kita tidak akan mengalami pembaharuan hidup. Hidup di dalam kekudusan melibatkan sikap tunduk kepada otoritas; yaitu saling merendahkan diri (Efesus 5:21), misalnya kepada suami (Efesus 5:22), kepada orang tua (Efesus 6:1), kepada tuan (Efesus 6:5).

Bahkan Paulus meminta supaya orang yang sudah di selamatkan melalui kasih karunia menjadi penurut-penurut Allah, seperti anak-anak yang kekasih (Efesus 5:1). Kata ‘penurut’ di dalam bahasa asli Alkitab, memiliki arti peniru/meniru (imitator). Sebagai anak-anak-Nya, kita harus meniru apa yang Tuhan kita lakukan pada waktu Dia di bumi.

Kasih Karunia Sejati Akan Menghasilkan Tindakan Berbuah
Pengajaran yang di beritakan oleh Paulus sesungguhnya tidak pernah membuat pemisahan antara kasih karunia dan perbuatan, seperti yang di sangka oleh orang-orang hyper grace. Ketika hati Paulus melimpah dengan ucapan syukur dan berkata “karena kasih karunia Allah, aku adalah sebagaimana aku ada sekarang” (1 Korintus 15:10), ia harus memastikan bahwa kasih karunia yang di anugerahkan Tuhan kepadanya tidak sia-sia. Paulus mengekspresikan hal itu dengan bekerja lebih giat melayani daripada rasul-rasul lainnya.

Ketika Paulus hendak meminta jemaat di Korintus untuk memberikan pemberian bagi gereja Yerusalem, ia memulainya dengan bercerita tentang kasih karunia yang di anugerahkan kepada jemaat-jemaat di Makedonia (2 Korintus 8:1). Ada apa dengan kasih karunia yang Tuhan berikan kepada jemaat Makedonia? Walaupun mereka di cobai dengan berat dalam berbagai penderitaan dan mereka sangat miskin, akan tetapi mereka kaya dalam kemurahan (2 Korintus 8:2-5). Kasih karunia itu telah memampukan mereka untuk memberi persembahan yang terbaik.

Sampai hari ini, ketika kita meresponi perintah Tuhan untuk memberi dan menabur, itu semua karena kasih karunia-Nya (2 Korintus  8:9). Tanpa kasih karunia, kita tidak mungkin mempunyai kemampuan untuk melakukan hal itu. Tanpa kasih karunia, kita mungkin akan melakukan hal itu dengan terpaksa, tanpa sukacita sejati.

Pandangan Yang Tidak Seimbang Akan Membawa Kita Menuju Kesesatan
Ketika kita menjumpai sebuah pengajaran yang terlalu menekankan salah satu aspek dari Firman Tuhan dan mengabaikan aspek lainnya, pengajaran itu sedang membawa kita kepada kesesatan. Pengajaran hyper grace adalah pengajaran yang menekankan satu aspek yang pada dasarnya ada di dalam Alkitab, yaitu kasih karunia. Pengajaran ini hanya menonjolkan sisi anugerah dan menyangkali pentingnya perbuatan yang harus dilakukan sebagai respon terhadap kasih karunia itu sendiri. Dalam perkembangannya hyper grace bahkan melupakan aspek-aspek tanggung jawab orang percaya, membuat orang percaya menjadi malas dan tidak bertanggung jawab. Saat ini, pengajaran hyper grace sedang membawa orang percaya pada kehidupan rohani yang tidak bertanggung jawab, keliru dan menyesatkan. Mereka akan memandang ajaran Yesus seperti menyangkal diri, memikul salib sebagai sesuatu yang harus dihindari. Pada akhirnya hyper grace menciptakan sistem kepercayaan mereka sendiri dengan tidak mengakui secara utuh kasih karunia Allah. (HT)

GBI Jalan Jend Gatot Subroto