Kualitas Saksi: Garam dan Terang Dunia 2
Posted by Admin 2025-08-01

Sharing Supplemen COOL #1 Agustus 2025
Kualitas Saksi: Garam dan Terang Dunia
Matius 5:13-16
Ketika para pendiri negara Republik Indonesia berkumpul untuk menyiapkan konstitusi negara ini, yang kelak akan dikenal dengan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945), mereka memikirkan apa yang menjadi cita-cita dan tujuan Indonesia perlu didirikan. Sebuah bangsa bisa saja berdiri dan hidup tanpa memiliki negara sendiri, selama ada negara induknya kolonialnya yang mengakomodir. Ini masih banyak kita lihat di dunia, seperti misalnya Persemakmuran
Inggris. Mengapa Indonesia harus merdeka dan tidak dibawah kendali Belanda? Karena dalam Pembukaan UUD 195 aliena III dan IV dijelaskan ada cita-cita yang luhur yang hendak dicapai oleh bangsa Indonesia, dan untuk hal itu tercapai maka langkah pertamanya adalah kemerdekaan.
Ketika Tuhan Yesus sedang mengajar di sebuah bukit, yang disebut sebagai Khotbah di Bukit dalam Matius 5-7, Ia mengajar bahwa sebagai orang percaya maka kita dikatakan sebagai “garam” dan “terang”. Ini tercatat dalam Matius 5:13-16. Apa yang bisa kita pelajari dari kelima ayat yang diucapkan Yesus ini?
1. Kita adalah garam dan terang dunia.
Perhatikanlah perkataan Yesus; Dia tidak pernah mengatakan bahwa kita harus menjadi atau berupaya menjadi garam dan terang dunia. Dia mengatakan bahwa kita adalah (sudah) garam dan terang dunia. Sebagai orang percaya, mau tidak mau kita memiliki status sebagai garam, yang membawa “rasa” kepada dunia, dan sebagai terang, yang memperlihatkan gaya hidup orang percaya, kepada dunia.
Sebagai orang percaya kita tidak bisa mengelak dari status ini. Tuhan memanggil dan mengutus kita untuk berdampak bagi masyarakat, dan Tuhan memanggil kita untuk memberi teladan kepada dunia melalui gaya hidup kita yang benar kepada dunia. Panggilan dan status ini pertama-tama diberikan kepada orang-orang Yahudi sebagai keturunan Abraham, hamba yang dipilih-Nya, dan kini panggilan dan status yang sama diberikan kepada kita yang percaya kepada Kristus Yesus.
Dengan demikian, pertanyaan utamanya bukanlah bagaimana menjadi garam atau bagaimana menjadi terang, tetapi seberapa baik kualitas “keasinan” kita sebagai garam, dan seberapa “benderang” kualitas hidup kita sebagai terang. Yesus mengajar dengan sangat gamblang, kalau garam itu tawar, maka tidak ada gunanya. Hidup kita sebagai orang Kristen haruslah dirasakan kebergunaannya bagi dunia (masyarakat di sekeliling kita). Hidup kita adalah seperti kota yang di atas gunung, yang ketika cahaya dari rumah-rumah di kota itu dinyalakan, bisa dilihat dari banyak arah.
Yesus mengelaborasi lebih lanjut dengan mengatakan bahwa karena kita adalah terang, hidup kita harus bercahaya secara positif bagi semua orang. Kita adalah garam, karena itu jadilah “asin”, kita adalah terang, karena itu jadilah “benderang”.
2. Panggilan dan status hidup kita adalah untuk membawa orang kepada pengenalan kepada Bapa dan bahkan penyembahan kepada-Nya.
Status kita sebagai garam yang memberi rasa yang positif kepada dunia dan terang yang cahaya bagi banyak orang, bukanlah untuk membuat kita menjadi pribadi yang sombong dan sok tahu. Itu juga bukan untuk membuat nama baik bagi diri kita sendiri. Yesus menjelaskan bahwa ada satu maksud yang mulia dari status dan panggilan kita, yaitu agar kita menjadi saksi bagi Tuhan (Bapa) dan mendorong banyak orang untuk mencari, mengenal dan bahkan menyembah Bapa.
“Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga.” (Mat. 5:16 TB2).
Di dunia banyak orang yang berbuat baik, menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat dan berbagai perbuatan positif lainnya. Sebagai orang percaya kita pun dipanggil dan ditugaskan oleh Tuhan untuk melakukan yang sama. Jika demikian, apa bedanya? Perbedaannya adalah untuk siapa semua perbuatan baik itu kita lakukan? Apakah untuk menambah reputasi diri atau memberi makna hidup positif sesaat, atau membawa kemuliaan bagi Allah Bapa dan dengan demikian membuka jalan bagi banyak orang untuk mengenal Tuhan yang telah mengasihi dan memperlengkapi kita sebagai orang percaya menjadi garam dan terang dunia? Tujuan kita melakukan kebaikan dan kebergunaan adalah jelas: untuk Allah dan untuk membawa orang kepada pengenalan kepada Dia.
Orang hanya mengenal Allah dan kasih-Nya kita hidup kita, perbuatan kita, mencerminkan Roh Allah yang ada di dalam kita. Kita tidak mencari kemuliaan bagi diri kita sendiri, tetapi semua adalah untuk Allah, yang kita sembah dalam nama Yesus Kristus. Amin. (CS)
Pertanyaan Diskusi:
1. Pernahkah suatu kali engkau merasa sepertinya dirimu tidak ada gunanya; tidak ada sesuatu yang bisa kau berikan/lakukan untuk membuat suatu keadaan lebih baik? Apa yang kau lakukan untuk mengatasi perasaan itu?
2. Apa yang akan kau lakukan seandainya semua “garam” dan “terang” yang kau lakukan ternyata tidak dihargai orang atau bahkan mungkin diresponi negatif oleh orang lain?